Jakarta – Masih banyak orang keranjingan memainkan Clash of Clans. Tak bisa dipungkiri, game besutan Supercell itu terlampau populer dan belum tersedia gejala tenggelam.
Supercell saat ini dipimpin CEO Ilkka Paananen yang juga juga pendirinya. Paananen sudah malang melintang di industri game. Dia mendirikan developer game mobile Sumea di tahun 2000, saat ponsel masih sederhana, layarnya biasanya masih hitam putih.
Lalu, dia gabung ke Digital Chocolate sesudah perusahaan itu mengakuisisi Sumea di tahun 2004. Nah, Sumea bertambah besar, karyawannya menjadi ratusan. Tahun 2010, Paananen dan lima eksekutif Sumea lain mengambil keputusan keluar. Mereka mendirikan Supercell.
“Kami memiliki mimpi akan sebuah perusahaan yang tidak tersedia sistem lama, tak tersedia birokrasi, di mana orang-orang terbaik bisa konsentrasi melaksanakan hal terbaik mereka, menjadi kreatif dan menciptakan game,” kata Paananen yang detikINET kutip dari Wired.
Itulah sebabnya sejak awal, Supercell tak banyak karyawannya. Saat ini saja atau tujuh tahun sesudah berdirinya, perusahaan asal Finlandia ini cuma memiliki total 190 pegawai.
Proses pembuatan game biasanya simpel saja. Mereka menempatkan deadline untuk menyebabkan sebuah game. Jika sudah jadi, game itu ditunjukkan ke seluruh karyawan dan dimainkan. Kalau disukai akan dikembangkan, jikalau tidak ya dimatikan.
Jika sebuah game dimatikan, mereka jadi merayakannya bersama dengan mengakses botol sampanye. “Kami merayakan bukan kegagalannya, tetapi pembelajaran yang singgah dari kegagalan itu,” kata Paananen.
Kelahiran Clash of Clans
Seperti biasanya perusahaan baru, Supercell awalnya harus berjuang pernah untuk sukses. Tahun 2011, mereka merilis game multiplayer bernama Gunshine di Facebook. Game yang dinilai bagus tetapi terlampau kompleks untuk user Facebook. Gunshine gagal menarik minat.
Gunshine akhirnya dimatikan dan Paananen agak pusing. “Kami memiliki tim yang terlampau senior, pengalaman sudah lebih dari sepuluh tahun dan belum memiliki apa-apa. Situasinya menjadi sekarang atau tidak sama sekali,” kenang Paananen.
Pada Januari 2012, Supercell memiliki lima game yang tengah mereka kembangkan. Tiga game dinilai kurang baik dan tak pernah diluncurkan. Dua yang diputuskan untuk dirilis adalah Clash of Clans dan Hay Day. Keduanya difokuskan untuk perangkat mobile.
Keputusan yang tepat dikarenakan smartphone tengah mendominasi dunia. Di tahun 2011, tersedia 472 juta smartphone terjual. Di 2014, penjualan capai 1,24 miliar. Sebuah potensi terlampau besar bagi Supercell.
Untunglah, Hay Day dan Clash of Clans ternyata berhasil luar biasa. Terutama Clash of Clans, game siasat yang bikin kecanduan. Game ini bisa dimainkan gratis untuk menjangkau sebanyak mungkin orang. Namun gamer bisa membeli fitur untuk melancarkan permainannya.
Rupanya tidak sedikit gamer sudi mengeluarkan banyak uang. Menurut Supercell, tersedia gamer yang sudi menghabiskan sampai 1.600 poundsterling tiap bulan di Clash of Clans.
Sampai saat ini, Clash of Clans berkesinambungan menempati posisi atas aplikasi terpopuler di iOS maupun Android. Supercell pun diminati para raksasa teknologi. Sempat mayoritas sahamnya dimiliki Softbank, Supercell menjadi milik raksasa teknologi China Tencent sesudah dibeli senilai Rp 114 triliun.